‘The Breakfast Club’: Drama Remaja 80-an yang Relevan Sepanjang Masa

the breakfast club

The Breakfast Club -Seolah merujuk judulnya yang berarti sarapan, drama remaja ini enak dinikmati seperti kita melahap sarapan pagi.

Kita memerlukan yang ringan-ringan di waktu pagi namun cukup untuk mengembalikan tenaga demi memulai aktivitas.

Tetapi kenapa ‘The Breakfast Club’ film remaja era 80-an dari Amerika menjadi begitu ikonik dan masuk dalam daftar budaya pop esensial 80-an? Kenapa media-media besar di Amerika menasbihkan film besutan John Hughes ini masuk dalam jajaran film terbaik dan patut dikenang.

Pengglembungan popularitas film ini dilakukan oleh media-media berpengaruh mulai dari Empire, The New York Times, hingga Entertainment Weekly. Dampaknya pada 2016, The Breakfast Club bahkan di-remastered dan diputar ulang di 430 bioskop untuk merayakan 30 tahun perilisannya.

‘The Breakfast Club’ hingga kini masih menjadi rujukan dan materi yang diselipkan ke berbagai serial maupun film sebagai parody. Sebut saja serial Community Season pertama, Regular Show, hingga animasi Cartoon Network, dan masih banyak lagi.

Sebagai film ringan ‘The Breakfast Club’ tidak pernah masuk dalam ulasan kalangan kritikus film yang serius membedah film. Meski demikian film drama remaja ini masih relevan hingga saat ini, khususnya di Amerika. Banyak ramaja generasi sekarang merasa relate dengan film ini.

Sinopsis The Breakfast Club

breakfast club
John Hughes, sutradara The Breakfast Club, foto dari Chicago Parent

Film yang rilis pada 1985 ini dibuka dengan adegan sebuah Sabtu pagi di mana lima siswa SMA yaitu John Bender, Claire Standish, Andrew Clark, Brian Johnson, dan Allison Reynolds, sedang menjalani hukuman, sementara siswa lain asyik menikmati akhir pekan di rumah masing-masing.

Kelima siswa tersebut harus melewati waktu seharian di perpustakaan sekolah di bawah pengawasan Wakil Kepala Sekolah, bernama Vernon yang dikenal tegas. Anak sekarang menyebutnya killer.

Menjadi Cermin bagi Setiap Karakter Remaja

‘The Breakfast Club’ menghadirkan lima karakter utama dengan sifat dan latar belakang yang berbeda satu sama lain. Lihatlah karakter ‘the criminal’ yang melekat pada John. Jenis karakter yang membuat kita maklum melihat dia harus menjalani hukuman karena perilakunya berandalan.

Karakter Claire lekat dengan watak ‘the princes’, cantik, populer, dan tampak berkelas. Sedangkan Andrew memiliki tampang ‘the athlete’, jago gulat dan memang memiliki prestasi di bidang olahraga tersebut. Sementara Brain adalah ‘the brain’, si kutu buku yang pintar namun ingin dianggap wajar dan biasa saja. Terakhir karakter ‘the basket case’ yang melekat pada Allison, gadis aneh yang tidak punya teman dan jarang bergaul.

Begitulah The Breakfast Club mendesain para karakternya. Sangat biasa dalam banyak film remaja, yang istimewa The Breakfast Club seolah ingin menyuarakan perasaan dan mental dari masing-masing stereotip ini secara apa adanya, lugas.

Motif dan Alasan yang Kuat

Karakter-karakter ini tidak hadir secara hitam putih sebagaimana film Hollywood remaja lainnya yang sering memunculkan karakter baik-buruk, antagonis-protagonis. Dibenci setengah mati atau dipuja bagaikan dewa.

Seluruh karakter memiliki motif yang jelas dalam bersikap dan melakukan tindakan. Demikian pula Andrew dan Claire yang ngetop di sekolah, mereka tidak selalu menyebalkan yang kerjanya hanya merundung siswa lemah di sekolah seperti sering ditampilkan cerita remaja. Itu yang membuat karakter-karakter ini relate dengan setiap remaja.

Baiklah, sekarang mari kita akan melihat sisi lain dari tiap karakter ‘di balik layar’ yang didesain sedemikian rupa dan jauh berbeda dengan image setiap karakter yang selalu ditampilkan pada film drama remaja umumnya.

Mengalir Lugas, Ringan Tapi Tetap Bermakna

The Breakfast Club (1985) HQ Trailer

Alur cerita film ini mengalir dengan ringan, santai, dan sederhana. Jadi, meski kita melulu melihat adegan di lingkungan sekolah lengkap dengan guru dan pernik-pernik lain, namun geng ini tidak membuat kita sebagai penonton tak bosan. Dialog-dialognya berangkat dari peristiwa yang terjadi di lingkungan yang sama, sehingga sangat natural.

Dalam hal membuat dialog, John Hughes mendapat banyak pujian. Ibarat makanan, ringan tapi tidak kacangan, renyah tapi mengenyangkan.

Alur bergerak melalui aktivitas dan obrolan mereka, lalu persinggungannya dengan siswa lain. Interaksi yang dibangun dalam kisah ini dikembangkan secara mengalir lembut dengan porsi yang pas dan alasan-alasan yang tepat dan dapat diterima. Tentu saja ada sentuhan romansa yang samar di beberapa adegan yang tampil menguatkan atmosfer yang ingin dibangun.

Jangan lupa, kita akan melihat adegan-adegan tertentu yang memacu adrenalin dengan tingkat keseruan terjaga demi menyelamatkan film ini dari menjemukan. Pastinya sebagai film remaja harus menampilkan gejolak untuk mempresentasikan dunia remaja yang penuh tanjakan tak terduga dan pemberontakan yang indah.

Film remaja ini jadi sangat istimewa justru dengan seluruh unsurnya yang dijalin kuat namun renyah untuk dinikmati. Cocok dinikmati sambil santai menyimak dialog padat dan tepat sasaran serat mengandung nilai-nilai seputar dunia remaja yang tak pernah stabil.

Klasik 80-an yang Asyik dan Intim

Sekali lagi konsep cerita film ini boleh dibilang mendobrak panduan umum film drama remaja. Pokoknya kamu yang kangen atmosfer 80-an namun tetap relate dengan generasi hari ini, ‘The Breakfast Club’ bakal memuaskan. Setiap adegan menebarkan suasana era 80-an yang intim dan hangat. Latar gedung sekolah Amerika yang khas serta mempertegas perasaan nostalgis bagi penonton yang pernah menjadi siswa SMA.

Desain setiap karakter memiliki ciri yang tegas diperkuat wardrobenya. Tone film ini juga dibangun melalui desain kostum dengan warna yang berbeda dan kontras dari satu karakter ke karakter yang lain. Film ini sebenarnya tidak memiliki konsep sinematografi yang wah, namun pemilihan palette warna pada setiap frame tampak eye candy karena karakter-karakter yang kuat dan motif yang jelas.

Tumbuh Kembang Remaja dan Lingkungan yang Membentuknya

Secara umum masa remaja merupakan masa rawan. Masa seseorang sedang mencari identitas pada fase yang penuh gelombang ini. Situasi tarik-menarik yang membuat suasana sering menegangkan, dalam artian tidak pernah stabil dan menetap di satu posisi. ‘The Breakfast Club’ secara baik sekali menggambarkan situasi semacam itu.

Meski latar sosial dan keluarga yang berbeda pada dasarnya setiap remaja memiliki permasalahan yang sama dalam menghadapi gejolak emosi dan persoalan. Mereka memerlukan ruang yang menerima mereka apa adanya.

Lingkungan sekolah, keluarga serta bagaimana guru dan orangtua memperlakukan remaja akan sangat berpengaruh dan membentuk sikap, cara pandang remaja dalam menyelesaikan masalah. Siapa pun dia, baik remaja yang mendapatkan perhatian penuh maupun terabaikan.