Kalau ada ciri-ciri seseorang dengan seluruh badannya berwarna merah, memiliki bekas tanduk di kepalanya, bertarung menggunakan pistol dan pukulan yang sangat kuat, melawan iblis serta merupakan keturunan iblis, pasti bisa dengan mudah ditebak bahwa itu Hellboy.
Ya, film Hellboy sendiri sudah ada dua seri sejak kemunculannya di tahun 2004 yang dibintangi oleh Ron Perlman. Sekuelnya bernama Hellboy II: The Golden Army, dan keduanya disutradarai serta naskahnya ditulis oleh Guillermo Del Toro.
Namun demikian, di film ketiganya di tahun 2019 ini, Hellboy tidak melanjutkan cerita terdahulunya, tapi di-reboot dengan sutradara baru, pemain baru, dan alur cerita baru. Kini tokoh utama Hellboy diperankan oleh David Harbour yang sudah dikenal karena perannya di Stranger Things, serta Milla Jovovich yang terkenal lewat seri Resident Evil, sutradaranya adalah Neil Marshall.
For the Hell of It

Dalam film ini, dikisahkan bahwa Hellboy (David Harbour) berkunjung ke Inggris Raya, dan di sana ia menemukan bahwa ada seorang penyihir jahat yang mengancam nasib seluruh masyarakat, dan juga seisi dunia dengan rencana jahatnya.
Hellboy dibantu oleh pasukan sekutunya dan juga bekerjasama dengan B.P.R.D. (Bureau of Paranormal Research and Defense = agen anti supranatural). Penyihir itu bernama Nimue (Milla Jovovich) atau disebut juga Blood Queen, dan di komiknya, ia digambarkan memiliki kisah latar belakang yang melibatkan Hellboy.

Saat ini, rencana jahatnya adalah mendatangkan seluruh pasukannya dari underworld, memanfaatkan situasi di Inggris yang sedang kacau balau oleh adanya Brexit.
Hellboy berusaha untuk mencegah hal ini dibantu oleh ayah angkat, sekaligus pimpinan BPRD, yaitu Trevor Buttenholm (Ian McShane). Selain itu, ia juga dibantu oleh agen Ben Daimio, yang diam-diam memiliki kekuatan supranatural.
Hell YES! Or Hell NO?

Dibandingkan aksi Ron Perlman, karakter Hellboy yang dibawakan oleh David Harbour secara mengejutkan dapat mengibur para penontonnya dengan sangat baik, karena chemistry yang apik antara dirinya dan Ian McShane serta teman-teman lainnya.
Aksi pun terlihat mantap dengan efek visual yang detil dan menghadirkan berbagai jenis iblis yang berbeda dan efek visual penghancuran kota yang masif. Karakter Hellboy pun dinilai mampu mewakili angle jiwa pemberontak muda yang hendak diangkat lewat komiknya, walau demikian ia senantiasa berpikir praktis dan tidak berpikir terlalu lama sebelum bertindak.
Jadi apakah reboot ini sukses? Itu semua tergantung dari kalian sendiri yang menontonnya. Bagi fans Hellboy yang lama, Hellboy baru ini masih sangat kental dengan perpaduan kisah tokoh utama yang menghalau serangan jahat melalui bekerjasama dengan para iblis di sisinya serta agen rahasia BPRD.
Ada beberapa adegan yang bisa mengajak tertawa, namun juga ada adegan pertarungan epic yang membuat kita terpaku serius menikmati efek visual, suara dan desain karakternya yang ikonik.
Apabila kamu penggemar Hellboy terdahulu, film ini salah satu yang wajib ditonton karena memberikan alur baru yang fresh, namun dengan karakterisasi yang masih sama. Bagi yang belum pernah menonton Hellboy sebelumnya, juga tidak perlu khawatir karena ini merupakan reboot yang bisa dinikmati dari awal.

Satu hal yang mungkin agak sedikit mengganggu adalah, betapa kasarnya sensor yang dilakukan terhadap film ini. Entah siapa yang melakukan pemotongan sensor, namun hasil akhir setelah pemotongan terasa kasar dan mengganggu. Bahkan di beberapa bagian, mempengaruhi alur cerita dan kenyamanan penonton yang terganggu kenikmatannya.
Jika dihitung-hitung, ada sekitar 24 sensor dalam film sepanjang 120 menit ini. Sungguh angka yang mengejutkan, bukan? Semoga kedepannya siapapun yang bertanggung jawab dalam melakukan sensor bisa menyensor dengan lebih baik dan melahirkan hasil final cut yang lebih enak untuk ditonton.