Perang Gaib Gunung Tidar Dan Awal Penyebaran Agama Islam Di Tanah Jawa

Perang Gaib Gunung Tidar

Perang Gaib Gunung Tidar dan Awal Penyebaran Agama Islam di Tanah Jawa – Tanah Jawa memiliki peran besar dalam sejarah kedigdayaan Bangsa Indonesia di masa silam.

Dari tanah Jawa ini pula muncul kerajaan yang mampu menguasai hampir ⅔ dunia kala itu, yakni Kerajaan Majapahit. Tak hanya soal kekuasaan, Tanah Jawa menjadi pusat awal penyebaran Agama Islam di Nusantara.

Awal Penyebaran Agama Islam di Tanah Jawa

Tak banyak yang tahu, penyebar pertama kali agama Islam di Nusantara ini adalah seorang ulama hebat utusan kesultanan Turki. Beliau merupakan sosok yang akhirnya melahirkan Wali Songo.

Beliau adalah Syekh Subakhir, ulama besar asal Persia yang menguasai ilmu geofikisa, meterologi, ekologi dan ilmu kebatinan yang sangat hebat.

Makam Syekh Subakhir - situsbudaya
Gambar: situsbudaya

Sykeh Subakhir diutus langsung oleh Kesultanan Turki, untuk menyebarkan agama Islam di Nusantara, dan Tanah Jawa sebagai pusat dan awalnya.

Pengutusan Syekh Subakhir ini berawal dari mimpi Sultan Turki, Muhammad I. Sang sultan bermimpi mendapat perintah dari Allah SWT untuk melakukan penyebaran agama Islam di sebelah timur jauh dari kesultanannya.

Dalam mimpinya itu, tanah Jawa disebut sebagai daerah subur dan kaya sumber daya alam, namun masyarakatnya masih belum beradab.

Adapun salah satu syarat dalam pengutusan itu, yakni para mubaligh atau ulamanya harus berjumlah 9 orang.

Jika ada salah 1 yang kemudian mati dan gagal, maka harus segera dilakukan penggantian. Dikirimlah 9 ulama yang memiliki keahlian masing-masing dan ribuan orang untuk mulai membangun peradaban Islam di sana.

Baca Juga: 10 Situs Freelance yang Wajib Dicoba Seluruh Freelancer

Beberapa tahun berlalu, tidak ada hasil yang signifikan dari pengutusan itu. Bahkan berujung dengan jatuhnya korban ratusan jiwa.

Penyebab kegagalan itu bukan hanya karena masyarakatnya yang menolak dan terjadi perang, namun juga gangguan makhluk gaib yang menjadi penunggu tanah Jawa sejak sebelum adanya umat manusia. Saat itu, tanah Jawa merupakan hutan lebat yang sangat angker.

Sosok Sabdo Palon - detik
Gambar: Detik

Kebesaran nama Syek Subakhir pun didengar oleh Sultan Muhammad I, dan dia diutus untuk menggantikan ulama yang gugur.

Berbekal senjata sebuah tombak dan batu pusaka, Syekh Subakhir berangkat menuju tanah Jawa.

Di sana, dia menuju sebuah gunung yang tidak terlalu tinggi, namun berada tepat di tengah-tengah pulau jawa. Diketahui juga saat itu gunung tersebut menjadi pusat tanah Jawa dalam hal gaib.

Alasan Syekh Subakhir memutuskan mendatangi gunung itu adalah karena masyarakatnya saat itu sangat mensakralkan wilayah tersebut dan melakukan sesembahan di sana.

Dan gangguan yang selama ini terjadi, berpusat di gunung itu. Menurutnya, akan lebih mudah jika bisa menghancurkan terlebih dahulu sumber kemusrikan, untuk kemudian melakukan penyebaran agama.

Sampai di puncak gunung, Syekh Subakhir menancapkan tombak pusakanya yang memiliki nama Tombak Kiai Panjang.

Bergetarlah seluruh tanah Jawa kala itu. Tombak tersebut menjadi seperti paku untuk tanah Jawa, karena konon saat itu tanah Jawa memiliki kontur tanah yang bergerak dan tidak stabil, sehingga bencana sering terjadi.

Perang Gaib Gunung Tidar

Penancapan tombak pusaka itu rupanya membuat para mahkluk gaib penghuni mengamuk. Ribuan mahkluk gaib itu pun menyerang Syekh Subakhir dan terjadi perang gaib yang dahsyat.

Lantas Syekh Subakhir kemudian menghantamkan batu pusaka yang kemudian diketahui memiliki nama Rajah Aji Kalacakra itu ke dalam tanah.

Kekuatan yang dahsyat yang dimiliki batu pusaka itu mampu membuat ribuan makhluk gaib lari tunggang langgang. Yang tak selamat, kemudian hancur atau mati.

Mahkluk gaib yang kabur berlari ke arah timur konon kemudian menjadi penghuni di gunung Merapi, yang ke arah utara kemudian mendiami Alas Roban, yang ke barat mendiami gunung sumbing dan yang ke selatan, menjadi penghuni laut selatan.

Ini juga menjadi salah satu alasan mengapa tempat-tempat tersebut menjadi daerah yang angker.

Itulah kemudian menjadi asal usul nama Gunung Tidar. Tidar yang merupakan singkatan dari Mati Modar (modar = mati. Jadi mati kedua kali). Artinya yang bisa berarti sudah mati (mahkluk gaib) kemudian hancur dan mati lagi.

Tugu Pancen Gunung Tidar, Konon Disinilah Syekh Subakhir Menancapkan Pusakanya - paketwisatajogja75
Tugu Pancen Gunung Tidar, Konon Disinilah Syekh Subakhir Menancapkan Pusakanya, Gambar: paketwisatajogja75

Konon, batu pusaka itu merupakan batu yang mengandung uranium, sebuah senyawa bahan dasar bom atom.

Memang, zaman itu belum ada ilmu pengetahuan yang menyebut uranium. Benda-benda pusaka tersebut masih ada dan masih terjaga di wisata spiritual Gunung Tidar.

Mengetahui kegaduhan luar biasa itu, muncullah sosok penguasa daerah tersebut, yang kemudian diketahui bernama Sabda Palon atau Kyai Semar.

Tak terima wilayah yang sudah dia diami selama 9.000 tahun terusik, Sabda Palon menantang Syekh Subakhir untuk bertarung.

Dikisahkan adu kesaktian keduanya berlangsung hingga 40 hari. Merasa tidak lagi mampu mengatasi kekuatan Syekh Subakhir, Sabda Palon meminta perundingan.

Baca Juga: Saat Kehidupan di Korea Utara Yang Kelam Tertangkap Kamera

Terjadi dialog antara Syekh Subakhir dengan Kyai Semar. Dialog tersebut tercatat dalam berbagai peninggalan yang diwariskan oleh para ulama berikutnya.

Singkatnya dari dialog keduanya, Kyai Semar mengizinkan Syekh Subakhir beserta pengikutnya untuk menyebarkan agama Islam. Namun dengan catatan tetap tidak meninggalkan budaya adat Jawa yang sudah ada.

Syarat yang diajukan oleh Kyai Semar itu diterima oleh Syekh Subakhir, dan kemudian dia ajarkan ke sejumlah pengikutnya.

Ajaran itu kemudian melahirkan peleburan antara budaya Kejawen dengan agama Islam. Rupanya, dengan peleburan itu, justru mempermudah penyebaran agama Islam kepada masyarakat Jawa.

Masa itu menjadi masa keemasan agama Islam di tanah Jawa. Para ulama yang menerapkan ajaran itu pun, terkenal dengan sebutan Wali Songo, karena sukses besar menyebarkan agama Islam, dan menjadi sejarah konkrit hingga saat ini.


Sumber : Buku Babat Tanah Jawa & Kisah Tanah Jawa