Mengenal Sosok Roza Shanina: Sniper Wanita Penakluk Nazi

Roza Shanina Sniper Wanita Penakluk Nazi

Roza Shanina: Sniper Wanita Penakluk NaziPerang Dunia II menyisakan sejumlah cerita heroik para prajurit perang. Baik mereka yang memang terlatih sebagai seorang tentara, atau bahkan seorang warga sipil yang terpaksa terjun ke medan perang demi membela negaranya.

Meski perang didominasi oleh kaum pria, namun rupanya ada juga wanita yang membubuhkan namanya dalam sejarah perang dunia.

Dia adalah Roza Shanina, yang menjadi penembak jitu atau sniper di Perang Dunia II. Pencapaiannya yakni, berhasil menewaskan 59 tentara Nazi Jerman, dalam kurun waktu 10 bulan. Daftar korban dan peristiwanya dia tulis dalam buku diary pribadi miliknya.

Korban pertama yang dia lumpuhkan terjadi pada April 1944. “Aku telah menembak seorang pria Nazi!” teriaknya saat dia menghampiri rekan-rekannya yang sedang berlindung di parit.

Tembakan dan korban pertama Roza itu menjadi penanda dari sebuah cerita legendaris seorang sniper wanita.

Tembakannya yang mematikan itu membuat dia mendapat julukan “Unseen Terror of East Prusia” (Teror tak terlihat dari Prusia Timur).

Kehidupan Roza Shanina Sebelum Perang

Roza Shanina lahir pada 3 April 1924, di sebuah perkampungan kecil beberapa ratus kilometer sebelah timur Leningrad, atau sekarang lebih dikenal St. Petersburg.

Ibunya bernama Ana, seorang pemerah susu dan ayahnya bernama Yegor, seorang tukang kayu dan veteran Perang Dunia I.

Baca Juga: Misteri Unidentified Submerged Object (Uso), Seperti Apa?

Lulus SD, Roza Shanina melanjutkan sekolah ke SMP yang harus dia tempuh sejauh 12 kilometer jauhnya bolak-balik setiap hari. Roza seorang anak yang mandiri dan cerdas.

Namun pada 1938 saat rencananya belajar literatur ditolak oleh orang tuanya, dia kabur dari rumah. Di usia 12 tahun itu, dia berjalan kaki selama 50 jam ke stasiun kereta terdekat untuk menuju Arkhangelsk.

Shanina kemudian tinggal bersama saudaranya bernama Fyoder, dan di sana dia mendapat beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya. Namun pada Juni 1941, Nazi melanggar perjanjian damai dan memasuki wilayah Uni Soviet.

Baca Juga: Kisah Margot Wolk, Pencicip Makanan Hitler Yang Jarang Diketahui

Perang pun kembali bergejolak, dan perekonomian kacau yang membuat beasiswa Roza dicabut. Untuk bertahan hidup di masa perang itu, Roza bekerja mengajar sebagai guru TK.

Sniper Wanita Penakluk Nazi di Red Army

Roza Bersama Teman Tentara Wanita Red Army

Tentara Nazi terus merangsek masuk ke wilayah Uni Soviet dan membombardir kota Arkhangelsk, tempat Roza tinggal. Dia pun akhirnya menjadi sukarelawan ikut perang dengan berjaga di TK tempat dia mengajar sebagai pos darurat.

Baca Juga: 10 Penjahat Dunia Yang Paling Terkenal Dalam Sejarah

Kematian saudaranya karena tentara Nazi, membuat Roza akhirnya mendaftarkan diri sebagai tentara Uni Soviet, dan berangkat ke medan perang. Dia ingin membalaskan kematian saudaranya itu.

Awalnya, militer Uni Soviet menolak perempuan sebagai tentara, namun karena kondisi yang mendesak, Roza dan ribuan wanita lainnya diperbolehkan ikut perang.

Dia kemudian bergabung dengan divisi penembak jitu wanita Uni Soviet, dan dia lulus dengan sejumlah prestasi.

Roza Saat Menjadi Pengajar di Akademi Militer

Dia memiliki kemampuan diatas rata-rata dengan skill tembakannya yang akurat. Roza diminta untuk bertugas sebagai pengajar dalam akademi militer itu, daripada harus maju ke medan perang.

Baca Juga: Tol Cipularang, Kecelakaan Maut Dan Kisah Mistis Di Baliknya

Namun pada akhirnya, dia diharuskan juga terjun ke medan perang dan bergabung dengan Divisi Penembak Jitu Wanita Resimen 184.

Tiga hari berada di pertempuran, dia mendapatkan korban pertamanya. Bulan Mei 1944, dia mendapatkan penghargaan Order of Glory.

Penghargaan pertama bagi sniper wanita dan dia dikenal dengan kemampuannya yang berhasil melumpuhkan 2 orang dalam satu tembakan.

Meski demikian, Roza merasa frustasi, sebab pemerintah Uni Soviet melarang para tentara untuk berada di barisan depan.

Tentara wanita hanya diperbolehkan bertugas di garis belakang medan perang. Dia pun akhirnya meminta bantuan temannya yang kenal dengan pimpinan pasukan, agar dia diperbolehkan maju ke depan. Namun, Roza tidak mendapatkan jawaban sama sekali.

Baca Juga: Benarkah Area 51 Tempat Riset Para Alien? Yuk, Kita Cari Tahu!

Nekat, Roza akhirnya memutuskan untuk bergerak sendiri ke garis depan. Tak lama, rekor tembakannya meningkat dengan cepat.

Media mengetahuinya, dan menjadikan kisah Roza sebagai headline di koran-koran. Dia pun menjadi selebriti perang.

Pernah dalam 1 hari dia berhasil menewaskan 5 tentara Nazi, 3 diantaranya bahkan seorang pimpinan tinggi pasukan. Dia merayap diantara lumpur merangsek mendekat ke markas tentara Nazi.

Dia melihat seorang tentara berjaga dengan sebuah senapan mesin. Dia menembak tentara tersebut, kemudian 2 tentara lain mendekat memberi pertolongan. Roza menembak keduannya. Diikuti 2 tentara lain yang mendekat dan Roza melumpuhkan semuanya.

Hari-Hari Akhir di Garis Depan

Daftar Korban Roza Shanina

Roza melakukan gerilya sendirian di garis depan selama beberapa bulan berikutnya dan aktif mengisi diarynya.

Semakin lama berada di garis depan sendirian, dengan hujan tembakan yang mengarah ke dirinya, diary Roza semakin penuh dengan kesedihan.

Dia menceritakan kondisinya yang semakin memburuk. Kedinginan, kelaparan dan hampir setiap hari berada dalam hujan tembakan.

Tanggal 17 Januari 1945, dia menuliskan di diarynya bahwa kondisi kesehatannya memburuk. Dia bisa mengalami muntah-muntah seharian. 24 Januari, posisi Roza diketahui oleh musuh dan dia dikejar-kejar satu kompi pasukan.

Baca Juga: 11 Letusan Gunung Berapi Paling Dahsyat Dalam Sejarah

Roza tertangkap dan mendapatkan penyiksaan serta pelecehan dari pasukan musuh.  Pada 27 Januari 1945, jenazah Roza ditemukan oleh 2 tentara Uni Soviet yang sedang berpatroli. Jenazahnya penuh luka tembak dan tergeletak begitu saja di tanah.

Seorang Roza membuktikan bahwa dirinya bisa menjadi ancaman nyata bagi musuh, dan mampu bersaing dengan tentara pria dengan banyak gelar yang dia dapat. Roza Shanina menjadi pahlawan wanita yang diakui dunia, khususnya bagi warga Rusia.